Cinta Mati
Lima tahun yang lalu,
pada pohon tua di halaman sekolah,
Aku sesumbar akan membelah dada ini dan memberimu lihat jantungnya.
Mengenakan baju zirah yang paling berat,
lalu pergi berperang.
Demi kamu!
Kugurat namamu dalam - dalam di sini (menunjuk dada.red)
Kulukis wajahmu dalam mimpi dan kusebut namamu.
Jika ada yang kucintai sampai mati,
kaulah tentu orangnya.
Dirimu adalah berarti segalanya - kupikir begitu.
Oh terkutuklah aku, bajingan!
Alih alih semua sesumbar itu,
mengobati luka pun aku tak sanggup.
Bukannya betadin yang kuberi,
justru ego berkarat, lagi beracun.
Pertalian kita mati karena infeksi,
dan aku masih merasa cinta mati padamu.
Sungguh tidak tau malu.
Aku cinta padamu - sungguh
tapi perbuatanku berdusta.
Cinta tanpa perbuatan adalah tipu daya.
Ah aku tidak tahu lagi diriku.
Lima tahun yang lalu,
pada pohon tua di halaman sekolah,
hingga saat kutulis ini, kukatakan:
tidak ada wanita sebaik dirimu,
Terpujilah Tuhan yang menciptakanmu ke dunia ini!
Berbahagialah pria yang kau pilih,
berbahagialah kalian sampai jompo.
Terlebih berbahagialah kau, Sayang - jika boleh kupanggil begitu
bila yang kau pilih bukan aku.
Karena pinokio kecil ini tiada layak bagimu.
Monday, September 19, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment